Meninggalkan London kami menuju Manchester dengan mobil sewa. Alternatif mobil dipilih karena kami akan pindah-pindah kota. tentu nenteng-nenteng koper bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Jadi mobil berfungsi juga sebagai trolley 😀 .Malam ini kami mencicipi rasanya tidur di boat bernama Castlerose di Manchester Canal. Boat ini menyediakan 2 options menginap, berlayar atau bersandar. Karena option berlayar berarti ada nahkoda, which is pria, sementara saya kurang nyaman sepanjang hari berhijab, kami memilih option bersandar saja. Toh canalnya juga tidak terlalu besar, selebar Selokan Mataram Jogja kurang lebih. Fasilitasnya sangat lengkap, sampai dishwasher juga disediakan. Anak-anak suka sekali dan tidak henti-hentinya meneliti setiap sudut kapal. Bahkan mas Raka sudah mulai menghitung, berapa biaya untuk membuat boat seperti ini. It’s a new experience for us. Meskipun demikian, tentu luas ruang terbatas, penggunaan air harus bijak dan ada cara tertentu dalam menggunakan toilet agar aman dari banjir.
Dari sering mencoba hal baru ini kami belajar untuk melatih flexibility, berbagi tugas dan saling menolong. Malam ini kami tidak kemana-mana, memanfaatkan waktu berdiskusi dengan anak-anak. Banyak sekali hal yang bisa kami diskusikan dan latih bersama. Mulai dari adab, basic life skill sampai nasionalisme. Sebagai anak yang hampir tidak pernah mendapatkan pendidikan nasional, urusan mengenal pemahaman dasar tentang bangsa dan negara tentu jadi tanggungjawab kami. Membahas tentang kemerdekaan, makna pancasila, bhinneka tunggal ika beserta implementasinya. Kami mendiskusikan kondisi aktual saat ini dan room for improvement apa yang bisa mereka isi kelak. (Menjadi warga negara Indonesia yang dasar negaranya pancasila tentu juga tidak harus pasang meme Aku Pancasila, karena sudah otomatis kan ya? 🙂 ). Semakin banyak mereka mengenal negara lain, semakin banyak hal positif tentang Indonesia yang mereka bisa kenali, dan semakin paham di bagian mana yang perlu diperbaiki. Kami tidak ingin mereka kelak hanya sekedar menjadi pengkritik nomer wahid, kok begini, kok begitu, kurang ini, kurang itu tetapi tidak berkontribusi dalam membuat perbaikan. Semacam gegar budaya tanpa makna. Sebuah perilaku yang yang sempat teramati dari beberapa orang yang lama tinggal di luar negri, yang bahkan malu berbahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari antar individu karena dianggap kurang keren atau berbicara dalam bahasa Indonesia dengan logat bak meneer meneer dalam film perjuangan Indonesia jaman dulu 😀 .
Bukankah Rasulullah saw juga mencintai Mekah dan Madinah, tempat beliau dilahirkan dan memulai kepemimpinan?
Keesokan harinya kami pindah ke apartment 2 kamar di area Chadderton, 15 menit di sebelah timur laut pusat kota. Setelah meletakkan barang-barang, kami menuju kota. Tujuan pertama adalah The John Ryland Library . Subhanallah.. Merinding rasanya di perpustakaan ini. Betapa ilmu diletakkan pada derajatnya. Buku-buku ditulis dan dilukis dengan pewarna dari batu mineral alami, dihiasi dengan bubuk emas murni, dimuliakan, dipelihara dan dicatat sejarahnya.
Bandingkan dengan sekarang, manusia comot sana sini, copy paste tanpa referensi, tidak meneliti apatah lagi membuat riset sendiri, mengajarkan hal yang bahkan amat jarang dijalani. Fagfirlana…
Dari perpustakaan ini kami ke National Football Museum. Menarik mungkin bagi yang suka football, saya sih banyak ngga ngertinya hahaha..
Hari ketiga di Manchester kami mengunjungi The Manchester Museum. Yang ini memang Recommended! Lengkap dan menarik. Apa saja isinya silahkan googling saja, 2 jam tidak cukup untuk mempelajari isinya. Kami tidak bisa berlama-lama di museum ini karena waktunya sholat Jum’at. Tidak jauh dari Museum ini ada Central Mosque. Lumayan penuh lho… Lokasinya dekat dengan Manchester University juga. Beberapa ratus meter dari situ, di sepanjang Wilmslow Rd, berjajar belasan restaurant timur tengan dan india halal. Jadi kami makan siang di sana. Selesai makan kami lanjut lagi ke Science and Industry Museum. Manchester adalah salah satu pionir dalam industry tekstil, di museum itu ada penjelasan detail dengan mesin-mesin pintal dan tenun jaman dahulu yang masih berfungsi. Disana juga dijelaskan bagaimana dulu anak-anak dipekerjakan sebagai buruh. Museum ini juga must visit place deh pokoknya. Oiya dari tanggal 23 July sampai dengan 23 September ini ada lebih dari 100 patung lebah di Manchester sebagai bagian dari program Bee in the City. Lebah pekerja adalah bagian dari symbol Manchester sejak tahun 1842.
Wah.. An Nahl ya..
Hari Sabtu pagi kami meluncur ke Dunes, sebuah desa di perbatasan Scotland, 1.5 jam sebelum Edinburg. Kami memilih Green Hope Cottage untuk menikmati area pedesaan. Sebuah cottage di ujung desa, di bawah bukit berbatasan dengan hutan pinus dan di depannya mengalir sungai yang jernih dan sejuk.
MasyaaAllah… Alhamdulillah, terimakasih ya Allah atas nikmat penglihatan sehingga bisa memandang indahnya alam ciptaanMu, nikmat sehat sehingga bisa menikmati liburan, nikmat rizki sehingga bisa mengunjungi tempat yang disukai, nikmat pendengaran sehingga bisa mendengar gemricik air, nikmat akal sehingga bisa memaknai segala sesuatu dengan positif, nikmat ilmu sehingga bisa bermanfaat dan jutaan nikmat yang lain.
Lokasi ini mengingatkan pada kisah-kisah petualangan The Famous Five, jadi deh muncul ide berpetualang imajinatif ala Famous Five hahaha… Kisahnya ada di FB saya ya… Judulnya Misteri Biri-Biri Yang Tertukar hahaha… Emangnya cuma putri aja yang bisa tertukar? 😀 . Daaan lagi-lagi anak-anak senang sekali tinggal disini. Rupanya liburan di tempat yang unik lebih menarik daripada di kota.
OK sampai disini dulu ya cerita seri keduanya. InsyaaAllah dilanjutkan lagi di seri ketiga, Edinburg, York and Cambrige
Masya allah….cakep desanya. Kebayang bocah-bocah saya seneng banget yang kayak gini…hope someday saya dan keluarga bisa pelesir kayak gini juga..insya allah..salam kenal mbak okina
Salam kenal kembali
kereen jadi pengen kesana deh