Demi Mengajarkan Orang Kaya Bersyukur, Tak Peduli Yang Miskin Jiwanya Hancur

Tulisan ini adalah bentuk kesedihan mendalam saya atas beberapa “budaya” di masyarakat kita

  • Merayakan ulang tahun di panti asuhan, si anak kaya berdiri di depan kue ulangtahun indah di depan para anak panti yang disuruh bertepuk tangan dan mendoakan lalu sebagai gantinya nanti disumbang dan dibagi kue dan makanan
  • Perusahaan, kelompok arisan yang memboyong anak panti asuhan makan di hotel, lalu beberapa anak maju ke panggung, ditanya-tanya kenapa di panti, lalu si anak kembali membongkar kisah sedihnya tentang ayah ibunya yang meninggal sambil terisak-isak dan seluruh hadirin ikut menangis dengan harapan si orang-orang kaya ini makin bersyukur.

Astagfirullah HENTIIKAN!!

Tahukah kita, demi satu anak kaya manja yang sedang ulang tahun dan sudah mulai minta macam-macam agar bisa bersyukur, si Orangtua yang belum berhasil menanamkan rasa syukur yang mestinya ditanamkan sejak usia usia 0-5 tahun melalui fitrah iman dan kasih sayang ini, tidak peduli bahwa mungkin belasan anak panti yang usianya belum matang itu, mungkin juga sama-sama belum tertanam rasa syukur karena keterbatasan pengetahuan para pengurus yang hanya sedikit mengurus sedemikan banyak anak itu, dalam hati meratapi,

“Ya Tuhan, mengapa aku tak seberuntung anak itu, sungguh Engkau tak adil, lalu mengapa aku harus mencintaiMU… ”

Sebagian lagi berpikir

“Aku harus bisa begitu kelak, apapun caranya”

Puluhan kemungkinan makna berkecamuk dalam diri mereka, tak sedikit masalah psikologis muncul dari rasa iri bercampur frustrasi ini. Dan saya telah banyak bertemu dengan kasus-kasusnya.

Meski mereka tampak gembira berlari kesana kemari, tetapi sebuah makna telah terlanjur meluncur ke dalam dada

Lalu jika kelak si anak kaya tadi berada di situasi yang tiada seorangpun yang lebih rendah darinya, akan berhenti pula bersyukurnya?

Pun demikian dengan yang tadi diminta ke panggung membuka kembali luka-luka lama, tetesan air mata membuat luka itu semakin dalam, apalagi pada anak-anak.

Dan anda semua yang sudah kaya, masihkah memerlukan air mata mereka untuk bersyukur?

Tidak cukupkah makanan ya dimakan setiap hari, ilmu tinggi yang membuat duduk di kursi itu, pakaian berganti setiap hari itu, belum mampu menumbuhkan rasa syukur? Astagfirullah..

Bukankah masih banyak cara yang lebih Mulia dan Memuliakan

Tapi apa tidak boleh berbagi di panti asuhan?

Tentu sangaat boleh..

Bagaimana cara yang benar..

Jadilah pendana yang menjamin mereka bisa sekolah dan tercukupi kebutuhannya.

Datangilah secara rutin, peluk dan bacakan buku-buku cerita seperti saat membacakan cerita kepada anak-anak kita di rumah.

Jalin komunikasi dengan pengurus, datangi saat mereka membuat pencapaian kecil atau kirimkan surat apresiasi berbungkus pita secara rutin.

Jadikan anak asuh, adopsi jika memungkinkan.

Fokus pada kebutuhan mereka bukan menjadikan mereka alat untuk kepentingan kita.

Padahal sesungguhnya dengan membantu setulus jiwa, kita juga yang sedang menabung pada akhirnya. Kita yang memerlukan mereka tapi bukan sekedar urusan dunia.

Jadi … Masihkah kita akan

Demi mengajarkan ORANG KAYA BERSYUKUR, tidak peduli YANG MISKIN jiwanya HANCUR?

note : seseorang pernah membisiki saya, tapi mbak, ada kok yang memang acara naik panggung mengumbar tangis itu dianjurkan oleh pengurusnya. Fagfirlana… meskipun ada, jika kita tak membeli idenya insyaaAllah akan berhenti juga.

Semoga menjadi kesadaran bersama…