Mengajarkan Anak Mengelola Keuangan

Kebetulan pagi tadi saya mendapat pertanyaan dari alumni tentang kapan mengajarkan anak mengelola uang. Karena sudah typing cukup panjang di group, saya pikir lumayan juga bisa jadi artikel.
Seringkali orang tua rancu antara mengajarkan mengelola keuangan dan mengajarkan hidup sederhana. Dua hal yang berkaitan memang, tetapi sebetulnya strategi mengajarkannya berbeda.
Kadang-kadang anak diberi uang untuk ditabung atau disuruh sedekah, malahan ada sekolah yang menganjurkan infak harian. Maksudnya mau mengajarkan hidup hemat dan ikhlas dalam sedekah. Padahal mari kita cermati dulu, akadnya dengan anak bagaimana?
“Nak, ini uang buat ditabung ya” , “Nak ini uang untuk sedekah”. Lho ini mengajarkan anak hidup hemat dan ikhlas bersedekah atau sekedar mengajarkan anak menuruti perintah?
Padahal itu uang siapa? Uang anak atau uang ortu? Yang nabung siapa yang sedekah siapa? Bukankah itu berarti anak menabung uang ortunya dan sedekah dari yang bukan miliknya? Lalu dimana letak penghematannya? Darimana muncul rasa ikhlasnya?

MENGAJARKAN HIDUP SESUAI KEBUTUHAN

Jika ingin mengajarkan anak tentang kesederhanaan, ajarkan bukan tentang nominal uang, tetapi bagaimana membedakan kebutuhan dan keinginan. Belajar hidup sederhana artinya anak tahu apa yang dibutuhkan bukan sekedar diinginkan, kriterianya apa, dibeli atau dibuat sendiri, jika perlu membeli sesuaikan antara kriteria dan harga.
Apabila hal yang diminta hanya sekedar keinginan apakah boleh? Tergantung value keluarga anda masing-masing, seberapa jauh sebuah keinginan dituruti dan pada situasi seperti apa. Lagi-lagi, sangat penting bagi sebuah keluarga memiliki values yang jelas dan disepakati. Sebagai contoh di rumah kami, saya tidak bisa sembarangan mengganti laptop. Anak pertama yang mempunyai pengetahuan tentang komputer akan membantu saya menganalisa, apa kriteria yang saya perlukan, apakah perlu beli atau bisa upgrade. Jika membeli apa saja merk yang sesuai. Sesuai kebutuhan tidak selalu murah.

JAJAN, PINTU TERBUKANYA KESALAHAN PENGATURAN KEUANGAN

Anak sebaiknya tidak dibiasakan jajan cemilan. Jajan bukanlah kegiatan harian. Jajan hanya dilakukan di waktu-waktu tertentu yang disepakati misalnya saat nonton di cinema, dalam perjalanan jauh, ada acara khusus dan lain-lain. Disamping sangat bermanfaat untuk membudayakan makan makanan sehat, juga tidak membiasakan anak mengumbar keinginan.

PENGATURAN KEUANGAN

  1. Anak mulai diajarkan tentang uang sebaiknya mendekati usia 10 tahun, yaitu usia dimana anak sudah harus paham tentang kewajiban, konsekuensi, berpikir prediktif dan pengambilan keputusan yang cukup matang (tidak heran mengapa 10 tahun anak boleh diperingatkan dengan keras jika masih menolak sholat meski sudah diajarkan dengan 5000 cara. Silahkan rujuk artikel tentang mengajarkan sholat dengan 5000 cara disini)
  2. Pelajaran tentang uang dimulai dengan pelajaran membuat anggaran atau budget tentang kebutuhannya, bisa harian atau mingguan terlebih dahulu.
  3. Uang diberikan sesuai budget yg diajukan dan dilaporkan setelah periode selesai. Proses pelaporan dan pertanggungjawaban ini sangaaaat penting membangun sikap jujur, amanah, dan memberantas mental korupsi sejak dini.
  4. Jika ternyata kurang, lakukan review dimana letak kekurangannya. Salah anggaran atau keliru dalam pengeluaran. Tidak apa-apa mengajarkan berulang-ulang. Sangat jarang kan manusia di dunia ini yang sekali belajar langsung piawai. Tidak usah mencela apalagi ngomel.
  5. Jika surplus atau sisa karena menghemat (bukan salah budgeting) maka sisanya dikembalikan dulu. Lalu kemudian sisa tersebut boleh diberikan kembali dan diambil sebagai hak milik anak. Nah, mulailah mengajarkan konsep menabung, dan yang ditabung betul-betul milik anak. Sumbernya benar, akadnya benar.
  6. Setelah lancar menyusun budget, spending dengan benar dan melaporkan dengan baik, strategi bisa diubah. Jika awalnya yang diserahkan sebagai hak hanya sisanya, sekarang boleh diserahkan sebagai hak sejak diberikan di depan. Boleh dilebihkan dari budget dan anak boleh menabung sebelum spending (bukan sekedar sisa, tetapi tabungan yang direncanakan) dan mulai bersedekah, boleh dari sisa setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi, boleh disisihkan sejak awal. Dengan demikian anak belajar konsep yang benar dengan cara yang benar.
  7. Sedekah tidak harus berbentuk uang. Jika ingin mengajarkan anak bersedekah sejak dini ajarkan memberi senyuman, membagi mainan yang sudah diberikan kepadanya, membacakan cerita anak yang sakit di RS, mengangkat jemuran tetangga. Sedekah dengan sesuatu yang dimilikinya (secara hukum dunia karena dalam hukum akhirat tidak ada satupun yang kita miliki) Sehingga terasa upaya pelepasan hak dan keikhlasan melakukannya
  8. Di usia  menjelang baligh atau 12 tahun, anak sudah belajar untuk earn a living yaitu mempunyai penghasilan. Tidak harus tetap, tetapi dia tahu bagaimana menciptakan penghasilan. Ajak anak membuat anggaran bisnis, berikan modal atau kerjakan bersama-sama, misalnya salah satu alumni kami membuat pempek  dan pisang goreng di akhir minggu, lalu anaknya berjualan keliling kompleks. Bisa memberkan les. Banyak sekali alternatif yang bisa dieksplore. Ketika anak sudah ada penghasilan sendiri, tekankan tentang konsep sedekah dan keutamaannya.
  9. Konsep sedekah juga  diajarkan ketika anak dapat uang seasonal seperti angpao, uang lebaran, dan lain-lain

Dalam beberapa kasus, saya menemukan orang dewasa yang suka mengambil barang-barang yang bukan miliknya lalu diberikan kepada orang lain lagi (mungkin mengadaptasi kisah Robin Hoods :D), dan jika ditegur jawabannya “Ah dia udah ngga pakai kok, kan bagus aku membantunya sedekah”. Padahal saat memberikan tidak memberitahukan yang diberi itu milik siapa. Ada juga orang yang selalu menganggap sisa budget adalah miliknya atau keuntungannya, karena kebiasaan dari kecil. Seolah tidak memahami bahwa itu adalah korupsi. Ada lagi kasus orang yang sangat sulit membuat laporan keuangan meskipun sangat sederhana.

Jangan pernah mengajarkan pada anak bahwa mencari uang itu sulit, ajarkan kepada mereka bahwa rejeki Allah itu luas, dan kelak kita harus mempertanggungjawabkan, bagaimana cara kita mendapatkannya dan bagaimana kita mengeluarkannya sehingga menjadi harta yang barokah.

Bukankah kita telah dituntun, untuk tidak menyerahkan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya? Dan kitalah yang wajib memenuhi kebutuhan mereka dan menjelaskan dengan kata-kata yang baik? (An Nissa :5)

Ajarkan bertahap sesuai tuntunan agar anak tidak melihat uang itu segalanya. Uang hanyalah alat tukar biasa, karena rizki Allah itu tidak hanya berupa uang. Jusru uang itu keciiil dan mudah, sedangkan rizki Allah itu luaaasss dan banyak.

Semoga Bermanfaat

Mengubah (Kebiasaan) Itu Mudah

Banyak orang mengeluh kesulitan mengubah kebiasaan dalam hidupnya. Padahal…,setiap kebiasaan bermula dari langkah pertama, yang kemudian dilakukan berulang-ulang.
Lalu bagaimana dong cara mengubahnya atau me-reset kebiasaan tersebut?
Mudah saja, yaitu melakukan langkah pertama kebiasaan baru yang diinginkan dan melakukannya berulang-ulang. Simpel kan…?
Hiks.. tapiii kaaan.. nggak sesimple itu kenyataannya.
Nah ini penjelasannya bagaimana sebuah proses belajar terjadi.
Ketika kita memulai melakukan sesuatu hal baru, terjadilah proses pengiriman pesan dari satu neuron ke neuron lain melalui sebuah celah yang disebut sinaps (synapse). Semakin sering kita lakukan, sambungan akan semakin kuat “jembatan” sinaps antar neuron di otak kita sehingga semakin lancar dan piawai kita dalam melakukannya. Meskipun celah ini amat sangat kecil sekali, namun tetap diperlukan upaya dari sambungan listrik di otak kita untuk menyeberanginya.
Kabar baiknya, proses penyambungan ini juga terjadi saat kita membayangkan melakukannya. Semakin tepat membayangkannya semakin tepat pula sambungan sinaps yang terjadi.
Secara umum proses belajar dengan membayangkan setepat mungkin ini disebut visualisasi. Sebuah teknik mempelajari hal baru yang sangat populer melalui video-video Rebecca Owen seorang atlit gymnastic yang bisa ditonton melalui youtube.
Tidak heran kan, kalau ada orang yang putus cinta seringkali gagal move on karena terus-menerus membayangkan masa-masa indah dengan sang mantan :D. Sambungan sinapsnya justru semakin kuat, semakin melow pula akibatnya. Semakin berusaha melupakan justru visualisasinya semakin muncul. Sama seperti kalau saya mengatakan kepada anda, “Jangan membayangkan mobil warna merah… eh jangaaan.. udah dibilang juga jangaaan” 😀 😀
Oleh karena itu, sering-seringlah mengulang-ulang kebiasaan baru ini baik dilakukan secara langsung maupun di dalam pikiran.
Kabar baik yang kedua adalah, semakin kita yakin, semakin cepat pula jembatan ini menguat. Robert M. Ellis dalam bukunya Middle Way Philosophy bahwa pemaknaan dan keyakinan menguatkan koneksi antar neural dengan mereferensikan berbagai riset di dalamnya.
Jadi, jika ingin mengubah kebiasaan dengan cepat, lakukan 4 hal ini. Lakukan langkah pertama, visualisasikan, yakini dan ulangi
Siap?

catatan : video courtesy of Youtube

4 Resep Anti Kesal, Kecewa Dan Baper

Apa sih yang menyebabkan seseorang kesal dan kecewa?

Mengharapkan hal di LUAR dirinya berubah seperti yang ia inginkan, tapi tidak kesampaian. Yes?

Ingin anak berubah..

Ingin pasangan berubah..

Ingin anak buah berubah..

Ingin masyarakat berubah..

Ingin pemerintah berubah..

Ingin dunia berubah..
Ingin, tapi ngga action, kalaupun action, actionnya cuma itu-itu saja, lalu frustrasi. Yes?
Terus gimana dong?

Memangnya ngga boleh menginginkan perubahan?

Memangnya saya ngga boleh kesal melihat kemunkaran?

Memangnya.. memangnya…
Tentu boleh.. tapi ada strateginya
1. Tegakkan aturan dan buat kesepakatan lalu konsisten menjalankannya. Ini berlaku di area dimana kita punya wewenang membuat aturan. Inilah untungnya jadi pemimpin, paling tidak untuk diri sendiri dan keluarga kita. Demikian juga saat menjadi  kalau  pemimpin di tempat kerja dan masyarakat. Apalagi kalau bisa jadi pemimpin di area yang lebih luas yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
2. Menjadi teladan perilaku yang anda inginkan untuk menginspirasi dan menjadi teladan. Alhamdulillah kalau ada yang ikut, jadi bola salju kebaikan. Kalau ngga ada yang ikutpun sudah dapat pahala amal kebaikan.
3. Mengatur strategi persuasi. Mulai dari menyusun tujuan yang well-formed, suasana yang dibangun, kalimat yang tepat, perilaku yang sesuai, hingga evaluasi dan feedforward yang efektif. Jika satu strategi belum berhasil, perbaiki lagi ke strategi berikutnya. Kalau ngga berhasil juga paling tidak sudah dapat pahala berupaya dengan tangan kita, bukan hanya selemah-lemahnya iman yaitu dalam hati alias nggrundel dan kesel 😀. Orang sering keliru memaknai persuasi dengan menipu atau manipulasi dalam arti yang negatif. Padahal, semua Nabi dan orang-orang yang menggerakkan kebaikan melakukan persuasi. Bahwa mengajak kepada kebaikan itu juga memerlukan kepiawaian persuasi. Relasi antar manusia dipenuhi proses influence & persuasi secara alami

Dr. Robert Cialdini mengatakan ada 6 strategi persuasi yang bisa dilakukan, tentu setelah memiliki tujuan yang well-formed dan hal-hal lain yang telah disebutkan di awal

  • Timbal Balik : Beri dulu baru meminta. Contohnya : Perhatikan dulu baru meminta perhatian. Sayangi dulu baru minta disayang. Dengarkan dulu baru minta didengarkan dst.
  • Kelangkaan : Orang tertarik jika yang anda tawarkan istimewa. Langka dibanding yang lain. Jadi kalau ingin pasangan lengket, jadilah istimewa, halaah kok kesini ya.. 😀
  • Otoritas : Yang mempersuasi bisa dipercaya tidak, ada kepakarannya tidak, terbukti practice what they preach atau tidak?
  • Konsistensi : Persuasi itu bertahap. Mulailah dari komitmen kecil baru ajak ke komitmen besar. Jangan tiba-tiba minta berubah drastis.
  • Kesukaan : Orang cenderung suka mengikuti orang yang disukainya. Ngga heran kalau iklan pakai artis terkenal kan? Karena menggunakan prinsip ini. Jadilah orang yang disukai subject agar mudah mempersuasi.
  • Konsensus : Orang mau dipersuasi jika ada temannya yang juga melakukan hal yang sama. Rame-rame. Ngga aneh. Maka kumpulkan fakta-fakta bahwa apa yang anda persuasikan itu juga banyak yang sudah melakukan kok.

4. Meninggalkan. Meninggalkan ini khusus di area yang memang belum atau bukan menjadi tanggungjawab kita. Kalau masalahnya perubahan anak, mau ditinggal kemana? Masa mau ditaruh di panti asuhan. Meskipun fisiknya ditinggalkan, pertanggungjawabannya tetap mengejar di yaumil hisab
Strategi 1-4 itu bisa dikombinasikan sesuai kebutuhan. Makin piawai mengkombinasikan makin keren hasilnya.
Dan yang paling penting DO’A tetap melingkupi di seluruh strategi, do’a bukanlah alternatif, do’a itu sejak buka mata sampai tutup mata lagi mengiringi semua kegiatan.
Jadi, masih suka kesal dan kecewa? Sudah sibuk melakukan no 1 sd 4 belum?

Memuji dan Menegur Efektif

IMG_0014

Catherine Scott dalam bukunya Learn to Teach: Teach to Learn menyebutkan bahwa jika kita salah dalam memuji anak dan terjebak pada memberi label positif menyebabkan anak menjadi sombong, terlalu fokus pada hak, dan suka menyalahkan orang lain ketika mengalami kesulitan.

Lalu bagaimana caranya memuji yang benar?

  • Latih telinga, mata, dan rasa, untuk menjadi detektif kebaikan. Perhatikan anak Anda. Perhatikan saat ia melakukan kebaikan. Meski kecil, meski sangat sederhana. Meski itu hanya berupa senyuman saat Anda berbicara dengannya, mengucapkan doa setelah makan, bermain dengan saudaranya dengan akur, berangkat sekolah tanpa mengeluh, atau sekadar menutup keran air. Sering kali orangtua abai untuk memuji hal-hal kecil yang sehari-hari dilakukan anak, menganggap hal itu “sudah seharusnya”. Padahal bermula dari hal-hal kecil yang sudah baik inilah muncul dorongan untuk melakukan hal-hal baik lainnya yang sama atau lebih besar, jika dihargai.

 

Buatlah catatan kebaikan. Kebanyakan manusia menghapuskan semua catatan kebaikan seseorang dalam hatinya hanya karena satu saja keburukannya, dan tetap mengingat keburukannya meski telah banyak kebaikan yang dilakukannya. Catatan kebaikan memudahkan kita untuk semakin bersyukur terhadap hal-hal kecil. Bukankah dengan bersyukur akan semakin bertambah nikmat-Nya? Kebanyakan konflik dalam hu­bungan manusia (bukan hanya dengan anak) disebabkan kita sibuk menuntut orang lain begini dan begitu, mengeluhkan ini dan itu, tapi sangat sedikit bersyukur.

 

Berikut ini cara MEMUJI yang EFEKTIF:

  • Puji perilaku, usaha, dan sikapnya, bukan karakteristik orangnya.
  • Nyatakan konsekuensi positif dari perilaku itu.
  • Nyatakan dalam kalimat sederhana yang mudah dipa-hami.
  • Tanamkan keimanan untuk siapa/apa dia memelihara perilaku baik itu.

 

Memuji perilaku, usaha, dan sikap, membuat anak merasa yakin bahwa ia mempunyai kendali atas perilakunya. Perilaku adalah hasil usaha, bukan sesuatu yang melekat, bersifat genetik, dan tidak bisa diubah.

 

Menyatakan konsekuensi positif dari perilaku, usaha, dan sikap anak, berarti mengajarkan kepadanya untuk memahami sebab akibat dari sebuah perbuatan. Pilihlah konsekuensi yang kasat mata dan bukan berupa janji.

Pujian yang dinyatakan dengan kalimat sederhana memberikan pesan yang jelas, perilaku apa yang diharapkan dan tidak berlebihan.

Menanamkan keimanan menumbuhkan keyakinan bahwa perbuatan baiknya bukan sekadar untuk menyenangkan orang lain termasuk orangtuanya sendiri, tetapi sebagai bagian dari tujuan penciptaan manusia.

Contoh memuji yang efektif:

  • “Bagus sekali Kakak sudah meletakkan sepatu di rak sepulang sekolah, rumah kita jadi rapi, Allah suka pada keindahan.”
  • “Wah…kalian berdua bermain dengan akur dan berbagi. Mama bahagia kalian saling menghargai dan menya-yangi, Tuhan menyayangi orang yang menyayangi sesama.”

 

Contoh pujian yang tidak efektif:

  • “Duh…hebatnya anak ayah, paling keren seduniaJ. Sudah besar, pintar merapikan kamar. Jangan seperti kemarin­-kemarin ya, berantakan di mana-mana, sakit mata ayah melihatnya.”

 

Ada tiga kesalahan dalam pujian di atas:

  • Memuji karakteristik orangnya bukan perilakunya.
  • Diikuti dengan kritikan dan mengungkit kesalahan yang telah lalu.

 

Pujian yang diikuti kritikan atas perilaku yang sudah terjadi di masa lalu akan menjadikan pujian itu kehilangan arti. Memuji karakteristik orang, seperti pintar, cantik, hebat, sudah besar dan hal-hal lain yang sifatnya membentuk konsep, akan membingungkan karena sifat-sifat tersebut relatif. Ketika suatu saat nanti Anda dihadapkan pada kondisi yang berbeda, Anda akan terjebak dalam sikap yang tidak kongruen. Misalnya, ketika­ anak minta izin untuk menonton film yang bukan untuk usianya di malam hari bersama teman-temannya, Anda me-ngatakan, “Masih kecil kok nonton film remaja, malam-malam pula seperti anak nakal saja.” Lho, ketika memuji kamar yang rapi, Anda bilang dia sudah besar; mengapa ketika mau nonton film Anda katakan masih kecil? Jadi sebetulnya dia sudah besar atau masih kecil? Ketika memuji, Anda mengatakan ia anak hebat, sekarang Anda mencelanya seperti anak nakal. Kenapa tadi hebat dan keren sekarang jadi nakal? Bingung sendiri, kan?

 

Dweck (2006), seorang profesor bidang psikologi di Stanford University, dalam penelitiannya mengenai efek memuji, menemukan bahwa anak yang dipuji kepintarannya mudah frustrasi saat mengalami kegagalan dan tidak berani mengambil risiko. Anak-anak yang dipuji usaha dan perilakunya, cepat bangkit saat tidak berhasil menyelesaikan sebuah tugas dan mau berusaha lebih keras pada kesempatan berikutnya. Memuji dengan kata-kata yang berlebihan akan mendatang rasa sombong dan menjerumuskan, bahkan Rasulullah saw. mengumpamakan orang yang memuji berlebihan seperti memotong leher orang tersebut.

Kalau begitu, apakah tidak boleh menegur anak? Tentu boleh. Pada poin sebelumnya telah dijelaskan cara memuji­ yang efektif, berikut ini cara menegur yang efektif:

  • Tegur PERILAKU-nya bukan karakteristik orangnya.
  • Katakan secara tepat apa kesalahan perilakunya.
  • Katakan pada anak bahwa dia mampu membuat perubahan atau pernah bersikap lebih baik dari itu.
  • Tidak mengungkit kesalahan yang lalu.
  • Tetap cintai orangnya.

Contoh menegur yang efektif:

  • “Kak, karena kamu tidak menyiapkan buku sebelum tidur, PR-mu tertinggal. Selama ini ibu mengamati bahwa kamu akan ingat membawa PR-mu jika sebelum tidur tas sekolahmu sudah disiapkan. Artinya, kamu BISA lebih baik dari hari ini” (disertai senyuman dan tepukan di bahunya).

Contoh teguran yang lebay:

  • “Kak, tuh kan…PR-mu ketinggalan lagi, masih muda jangan pelupa dong. Makanya siapkan tas sekolah sebelum tidur. Ingat nggak…? Minggu lalu juga gini kan? Siapa coba yang repot? Ibu, kan…harus mengantar PR-mu ke sekolah. Besok-besok jangan malas dan jangan lupa siapkan ya” (rrrgghh…mengeluarkan suara lebah terbang, menggerutu keluar kamar, dan belum sampai di luar kamar sudah kembali lagi…) “Ingat lho ya, ibu nggak mau ngantar PR-mu lagi.”

 

 

Mencela sebagai pelupa, pemalas, akan melukai konsep dirinya dan membentuk konsep diri yang buruk, seolah tiada harapan untuk diperbaiki. Bukankah Tuhan tidak suka kepada orang yang suka mengutuk dan memberikan gelar buruk? Menegur perilakunya dan menunjukkan bukti bahwa ia pernah bisa melakukan yang lebih baik, memberikan keyakinan bahwa berubah itu mudah.

Screenshot

Sudahkah sesuaikah apa yang selama ini dilakukan?

*Disadur dari buku The Secret Of Enlightening Parenting

Dealing With Sibling Rivalry

Bertengkar dengan saudara itu biasaaa…
Ah nanti kalau gede juga akur sendiri…..
Duh pussiiiing deh anakku berantem melulu…

Dikasih adek lagi saja, kalau jumlahnya ganjil kan jadi akur…

Anakku sekarang ngompol lagi sejak punya adek..

Si kakak itu kok aneh ya, adeknya ngga ngapa-ngapain dipukul..

Duh anakku yang tengah suka caper kalau ada tamu, ada saja kelakuanya…

Anakku yang kecil semena-mena pada kakaknya suka banting barang kakaknya

Begitulah kurang lebih keluhan dan komentar sebagian besar orang terhadap permasalahan pengasuhan akibat dari Sibling Rivalry.

Perdebatan dan pertengkaran antar saudara memang bisa menjadi salah satu cara belajar. Pertengkaran antar saudara yang bersifat permukaan, misalnya, beda pendapat atau selera atas sesuatu hal adalah pertengkaran yang normal. Pertengkaran yang bisa dijadikan ajang belajar menyelesaikan konflik dan perbedaan. Pertengkaran seperti ini biasanya ringan, berlangsung cepat, jarang terjadi dan mudah reda, hampir tidak ada saudara yang tidak pernah sekalipun bertengkar seumur hidup. Biasanya muncul sebagai akibat dari kondisi insidental.

Perdebatan dan pertengkaran antar saudara yang  berlangsung terus menerus, dengan berbagai sebab, sebagai akibat dari rasa cemburu atau merasa diperlakukan tidak adil, adalah permasalahan pengasuhan yang perlu diselesaikan. Dari berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1994 hingga 2014 di US,  banyak kasus sibling rivalry yang berubah bentuk menjadi sibling abuse baik secara fisik, psikis maupun seksual. Berawal dari sibling rivalry juga muncul berbagai gangguan psikologis seperti trauma, depresi, gangguan kecemasan, rasa rendah diri, rasa superior dalam pergaulan, suka mengambil milik orang, kebiasaan mengumpat dan lain-lain.

Sebagian kasus sibling rivalry tidak mewujud dalam bentuk pertengkaran, terutama pada type pengasuhan otoriter, tetapi mengakar menjadi persaingan internal, love-hate relationship yang tidak terselesaikan atau kasus-kasus kemunduran perkembangan, seperti kembali ngompol, menghisap jempol, cadel dan perilaku-perilaku lain dengan intensi menarik perhatian.

Rasa cemburu yang menghasilkan persaingan baik tampak maupun tidak,  ada yang bermula sejak sebelum kelahiran anak berikutnya, ada yang merupakan efek dari pengasuhan dan sikap orang tua yang dianggap tidak adil selama proses tumbuh kembang anak. Kecemburuan tidak selalu terjadi pada sang kakak tetapi juga pada adik,

“Ah… aneh dong, sama saudara kok cemburu, harusnya kan sayang, gimana sihh…” kurang lebih kalimat itu barangkali yang muncul di pikiran orang dewasa.

Waduh, begini deh… anak-anak belum paham konsep bersaudara, mereka bukan orang dewasa yang dikecilkan, konsep bersaudara meteka fahami dari proses belajar. Bayangkan saja,  jika anda sedang cinta-cintanya dengan seseorang, sedang menikmati proses interaksi yang membahagiakan, menjadi the one and only yang mendapat curahan perhatian, tiba-tiba pasangan anda itu tanpa permisi menikah lagi dan membawa ‘pesaing’ anda itu ke rumah anda dengan pelukan mesra, ..

How do you feel? Sad? So, why you didn’t try to understand their feeling?  (bagi yang pernah menonton video anak saya menjelaskan tentang handling bullies, membacanya dengan nada seperti itu ya.. :D)

So.. yuk, serius dalam menangani kondisi sibling rivalry…

Berikut ini adalah hal-hal  yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya Harmful Sibling Rivalry :

  1. Persiapkan anak menerima anggota baru dalam keluarga. Idealnya saat merencanakan kehamilan berikutnya, kalaupun sudah terlanjur ya lakukan saat kehamilan.
    • Ceritakan situasi interaksi yang mungkin terjadi. Jangan PHP dengan mengatakan punya adik pasti menyenangkan, bisa selalu bermain, saling menyayangi pokoknya asyik. Ceritakan secara terbuka dan seimbang keasyikan dan tantangannya bahwa bayi berbeda dengan toddler,  seperti misalnya : bayi perlu menyusu dan jika menyusu tentu perlu dipegangi bunda, apa peran dia nanti saat adik menyusu. Memegang adik bukan berarti tidak sayang pada kakak dan kakak bisa juga minta dipeluk setelah selesai menyusui. Anak usia 1-2 tahun mungkin suka menarik barang karena ingin tahu, pengaturan jadwal tidur dengan kakak jika kakak masih tidur dengan ortu dll. Lakukan role playing, kakak menjadi adik atau ayah-ibu menjadi adik. Anda punya waktu 7-9 bulan untuk bermain peran, bayangkan berapa banyak scene peran yang bisa dimainkan bukan? Mainkan dengan ceria.
    • Libatkan kakak dalam persiapan kelahiran adik seperti memilih barang, bahkan memilih nama.
    • Ceritakan proses tumbuh kembangnya, seperti menunjukkan hasil USG
    • Tidak bersikap berlebihan, tidak perlu excited berlebihan untuk menyambut adik dan tidak perlu menumpahkan kasih sayang berlebihan ke kakak karena takut nanti tidak bisa bersikap adil. Biasakan memiliki sikap tenang, tranquil, sakinah.
  2. Siapkan waktu “Aku hanya untukmu” setelah kelahiran adik
    • Melahirkan memang proses yang melelahkan apalagi memiliki bayi, tetapi meluangkan waktu minimal 30 menit untuk ayah dan ibu menjadi milik kakak sepenuhnya, bergantian minimal 1 x sehari setiap hari sangat penting. Dalam 30 menit itu jadilah milik kakak sepenuhnya, tidak sambil melakukan hal lain misalnya sambil mengemudi, sambil pegang hp, sambil menyusui dan sambil-sambil lainnya. 30 menit yang insyaaAllah akan menjadikan anak-anak anda terjaga fitrah baiknya hingga dewasa.
    • Bagaimana kalau kakaknya 4? Lakukan bergantian minimal 2 hari sekali. 1 jam sehari istimewa untuk tiap 2 anak tidak banyak kan? Jika 1 jam pun tidak mampu, jangan-jangan kita tidak sungguh-sungguh menjalankan assignment Allah dengan amanah. Kerjasama suami istri sangat penting,  terutama peran ayah. Bukankah kelak anak-anak ini akan dipanggil bersama dengan nama ayahnya? Wah.. suami saya tidak mau, hmm… mungkin perlu sering-sering membaca pentingnya peran ayah di kitab suci masing-masing. Di Al Qur’an paling tidak ada 14 ayat yang menunjukkan pentingnya peran ayah. Atau mendengarkan sessi peran Ayah dari Pak Sutedja  dan Pak Krisnawan di kelas Enlightening Parenting 🙂
  3. Ajarkan cara menyentuh dengan benar, terutama jika si kakak masih balita, bisa jadi sensori-motoriknya belum matang sehingga belum tahu kekuatan tangannya saat menyentuh dan memeluk. Kadang-kadang ortu berprasangka kakak menyakiti adik padahal memang belum mampu meregulasi sensori-motoriknya. Apresiasi saat melakukan dengan benar dan latih lagi ketika salah.
  4. Tidak membebani kakak dengan tugas menjaga adik melebihi kemampuannya. Rentang perhatian anak dibawah 2 tahun hanya 5-10 menit dan dibawah 7 tahun hanyalah 20-30 menit, dan semakin meningkat hingga sekitar 45 menit di usia baligh. Meminta anak dibawa 7 tahun menjaga adik sementara anda menyelesaikan tumpukan setrikaan hanya akan menghasilkan rasa frustrasi pada anak.
  5. Menjadi detektif kebaikan. Seringlah memuji interaksi kakak dan adek meskipun hanya sekedar saling tersenyum atau duduk bersama dengan pujian efektif yaitu memuji perilakunya, bukan orangnya.
  6. Tidak membanding-bandingkan. DON’T COMPARE. Sampai saya tulis dengan huruf besar artinya ini pentiiing sekali
    • “Wah adek sudah bisa begini ya, kakak dulu belum bisa lho..  Coba deh kayak adek.. ” atau sebaliknya “Adek kok ngga seperti kakak, dulu kakak itu…”
    • Jika terdapat perbedaan pencapaian antara adik dan kakak, evaluasi diri sendiri, apa yang kita lakukan berbeda sebagai orang tua dan kondisi bawaan yang berbeda pada anak seperti kondisi mata, kekuatan otot, perkembangan syaraf dan lain-lain
    • Tidak ada orang tua yang membesarkan anak dengan cara yang persis sama. Kondisi ekonomi, kematangan emosi, interaksi kejadian-kejadian dalam kehidupan yang berbeda sejak kehamilan dan saat anak bertumbuh memberikan stimulus yang berbeda meskipun orang tuanya sama.
    • Kembangkan budaya kolaborasi dalam keluarga, bukan budaya kompetisi
    • Edukasi juga orang-orang di sekitar anda agar mempunyai pemahaman yang sama
  7. Jadilah mediator bukan wasit. Ketika terjadi pertengkaran, tugas anda bukan menentukan siapa yang benar siapa yang salah. Tetapi apa yang perlu diperbaiki dari masing-masing pihak. Mungkin cara adik meminta perlu dilatih lagi begitu juga cara kakak merespon ketika adik meminta dengan cara yang tidak menyenangkan. Sepakati aturan dan latih dengan briefing dan role playing. Bagaimana melakukan briefing dan role playing yang benar bisa dibaca di buku Enlightening Parenting. Tidak boleh menyuruh salah satu pihak “mengalah” . Siapapun yang melanggar kesepakatan harus disebutkan. Kakak melanggar kesepakatan yang A, adik melanggar yang B. Pertengkaran hampir tidak mungkin hanya karena pelanggaran dari salah 1 pihak saja.
  8. Jangan memaksa anak untuk berbagi maupun minta maaf. Jika sebuah benda ketika anda berikan kepada salah satu anak dan akadnya adalah miliknya, maka dia berhak untuk tidak berbagi. Sampaikan kepada anak yang lain ini milik si A dan minta ijin untuk menggunakannya. si A berhak menentukan kapan dia akan berbagi atau tidak. Jika ada anak yang usianya masih dibawah 3 tahun, buat aturan, jika barang itu penting, maka A harus menyimpannya di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh adiknya yang berusia dibawah 3 th. Jika dia sembarangan meletakkan dan terambil oleh adiknya, maka adalah kesalahannya sendiri. Bagaimana jika semua dibawah 3 tahun? Maka tidak ada kepemilikan, siapa yang duluan pegang yang berikutnya ingin harus minta ijin. Jika terlihat tanda-tanda salah satu anak akan melakukan serangan segera ambil dan alihkan perhatian. Repot? Ya jelas… Oleh karena itulah mengatur jarak kelahiran itu penting. Jangan memaksa anak minta maaf saat masih ada sisa emosi. Tenangkan dulu. Review. Jeda waktu baru minta maaf
  9. Perhatikan cara anda berkomunikasi dengan pasangan. Jika komunikasi anda dengan pasangan sering bernada tinggi, nyolot, berdebat, saling meledek atau mengkritik, anak akan melakukan hal yang kurang lebih sama kepada saudaranya. Anak adalah peniru ulung. Komunikasi yang santun dan saling menghormati dengan pasangan juga akan ditiru anak sehingga menjadi pola dalam keluarga.
  10. Selalu do’akan kebaikan untuk mereka dengan penuh rasa cinta

Lalu bagaimana jika sudah terlanjur? Pertengkaran, kemunduran perkembangan dan tanda-tanda lain sudah terjadi.

Yang pertama dan utama adalah, mengakui kesalahan dan kekurangan diri lalu meminta maaf kepada anak atas kekeliruan anda selama ini. Meminta maaf tanpa tapi. Meminta maaf dengan segenap ketulusan hati. Termasuk meminta ampunan dari Pemilik Diri dan buah hati. Lalu segera lakukan poin 2 sampai 7 di atas secara konsisten dan kongruen. Lalu perhatikan hasilnya dalam 2-3 bulan, InsyaaAllah anda akan terkejut, betapa luar biasanya fitrah anak-anak kita.

Sibling without Rivalry is Sibling with Harmony..

Homoseksual Dalam Tiga Entitas: Manusia, Perilaku dan Gerakan

Homoseksualitas atau yang sekarang ini marak disebut sebagai LGBT (IQ), Lesbian Gay Bisexual Transgender (Intersex Questioning) adalah sebuah fenomena yang perlu dicermati sebagai bangsa.

Istilah LGBT menjadi populer, lengkap dengan ikon warna pelanginya untuk menunjukkan keanekaragaman. Dalam tulisan ini saya menggunakan istilah homoseksual baik yang dilakukan oleh sesama pria maupun sesama wanita agar tidak berdansa mengikuti irama pihak-pihak yang berusaha mempopulerkan perilaku homoseksual. Istilah homoseksual juga istilah resmi yang digunakan dalam jalur profesi keilmuan bidang psikologi.

Homoseksual perlu dicermati dalam tiga entitas yaitu : Manusia, Perilaku dan Gerakan

1. Sebagai Entitas Manusia

Mengapa saya menggunakan istilah manusia dan bukan Pelaku? Karena manusia dengan kecenderungan homoseksual terbagi dalam beberapa kondisi

a. Menampakkan tanda-tanda kecenderungan berperilaku seperti lawan jenis, tetapi belum bisa dipastikan dan belum menyadari

b. Sudah menyadari dan merasa dirinya berbeda tetapi belum secara kasat mata mau dan berani mengekspresikan kecenderungannya. Sebagai pribadi ia menyimpan hasrat, merasa tertarik kepada sejenus tetapi masih menahan diri.

c. Sudah menyadari dan mengekspresikan kecenderungannya dengan berbagai bentuk seperti menjadi penikmat pornografi, menjalin hubungan sesama jenis baik dari level menyentuh hingga melakukan hubungan seksual

d. Interseks atau Ambigua Genitalia sesungguhnya bukanlah bagian dari homoseksual karena ini adalah kelainan fisik dan hormonal yang menyebabkan bayi lahir dengan kelamin ambigu atau sulit dipastikan pria atau wanita. Biasanya memiliki tanda-tanda kemunculan penis tetapi tidak sempurna. Interseks tidak akan kita bahas dalam artikel ini karena interseks murni dapat ditangani dengan tindakan medis.

Apa yang perlu dilakukan sebagai entitas manusia?

Pada kelompok a, orang tua sebaiknya segera mengubah pola asuh dan mendapatkan pendampingan untuk melakukan asesmen pola pikir dan pola asuh mana yang perlu diubah, diperbaiki.

Pada kelompok b, selain orang tua melakukan hal yang sama seperti pada kelompok a, individu itu sendiri juga segera mencari pertolongan yang bertujuan menyembuhkan bukan mencari komunitas yang menerima atau mendukung yang justru malah memfasilitasi kecenderungan ini

Saat ini banyak diperdebatkan tentang pengaruh biologis meskipun banyak penelitian yang telah mematahkan pendapat ini diantaranya penelitian Prof George Rice dari Ontario   dan Alan Sanders dari Chicago. Bahkan secara terang-terangan disebut mitos oleh Ruth Hubbart.

Andaikan masih ada pihak yang keukeuh sumekeuh menganggap faktor gen, bukankah jika orang tua mendapati anaknya menunjukkan gejala autism dan asthmatic yang bahkan sudah lebih besar kemungkinan karena pengaruh gen selain masalah pola asuh dan lingkungan juga segera dicarikan pertolongan?

Padahal resiko tertinggi autism dan asthmatic baru keselamatan di dunia dan nyawa, sedangkan resiko jika kelak menjadi perilaku homoseksual adalah neraka. Lebih berat mana?

Bagaimana sikap masyarakat?

Jelas sikap kita sebagai masyarakat, tidak boleh menghina, mendiskriminasi, membully, meledek, menghakimi bahkan jangan mempertontonkan sebagai bagian dari komedi dan hiburan, karena itu sama saja mengedukasi masyarakat untuk menjadikan mereka objek tertawaan.

Tetapi apakah masyarakat mau mendekati atau menjauhi itu tentu hak dan pilihan masing-masing pribadi selama tidak menunjukkan sikap bermusuhan. Bukankan tiap manusia mempunya hak untuk menjaga lingkungan pergaulannya masing-masing?

Tentu saja jika mampu mengajak , mendampingi, membantu membuka peluang bagi mereka untuk mendapatkan bantuan akan sangat lebih baik, apalagi jika sama-sama mendanai kegiatan rehabilitasi dan edukasi.

 

2. Sebagai Entitas Perilaku

Perilaku homoseksual bisa dilakukan oleh siapa saja, dari yang hetero tetapi iseng coba-coba, pencari sensasi, pemerkosa hingga memang suka sama suka dengan kesadaran penuh diantara para pelaku. Maka istilah manusia disini berubah menjadi Pelaku.

Tidak ada satu agamapun yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis. Pernyataan Romo Benny Susetyo, menegaskan bahwa gereja katolik amat tegas menolak perilaku homoseksual. Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham juga menyatakan hal yang sama dalam pandangan agama Kristen. Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja juga menyatakan hal yang sama dalm pandangan agama Budha, senada dengan pernyataan Ketua Umum Parisada Hindu Darma Indonesia Sang Nyoman Suwisma. Dalam agama islam perilaku homoseksual sudah jelas diharamkan. Seluruh dasar larangan perilaku ini dapat anda temukan di lembaran Fatwa MUI no 57 tahun 2014. Diantaranya adalah

Mengapa kamu menggauli sesama lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Asy-Syu’ara’: 165-166)

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (amat keji) yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Sesungguhnya kamu menggauli lelaki untuk memenuhi syahwat, bukan isteri. Sebenarnya kamu adalah kaum yang berlebihan”. (QS. Al-A’raf: 80-81)

Maka seluruh perilaku berkaitan dengan seksual di LUAR PERNIKAHAN yang sah, apapun batasannya dikategorikan perilaku ZINA atau mendekati Zina baik itu sejenis maupun berlawanan jenis. Dan semua perbuatan zina dan mendekati Zina DILARANG oleh agama manapun. Pandangan mengenai mendekati zina dilarang dalam agama katolik dapat ditemukan di website katolisitas dalam agama kristen dapat dibaca di christiananswer. Silahkan membuka semua rujukan-rujukan di atas dengan mudah.

Apa yang perlu dilakukan oleh Pelaku?

Pelaku homoseksual punya pilihan untuk bertaubat atau terus bermaksiat. Bertaubat tentu pilihan terbaik menurut agama manapun. Apakah bisa? Bisa, banyak contoh para pelaku yang kemudian bertaubat dan sembuh. Bantuan professional sangat diperlukan baik yang bersifat medis maupun psikologis. Tapi bagaimana kalau hasrat-nya masih ada? Bukankah kemampuan menahan diri dari perilaku yang dilarang Tuhan itu ada pahala besar di dalamnya?

Jika tidak mau bertaubat? Tentu itu urusan dia dengan Tuhan dan hukum. Yang sudah ada perangkat hukumnya seperti perzinahan, pelecehan, perkosaan dan perbuatan asusila lainnya dibawa ke ranah hukum. Yang mendekati zina dan yang belum ada perangkat hukumnnya sementara menjadi urusan dengan Tuhan sambil menunggu perangkat hukum yang dibuat manusia.

Bagaimana sikap masyarakat?

Di masyarakat yang berKetuhanan Yang Maha Esa, tentu setiap warga negara Indonesia percaya kepada aturan Tuhan. Jika agama sepakat bahwa perzinahan apalagi berbentuk hubungan sesama jenis adalah dilarang, tentu perilaku ini tertolak dengan sendirinya. Dengan adanya larangan pernikahan sesama jenis dari semua agama, maka legalitas perilaku ini dalam lembaga pernikahan juga tertolak. Maka tidak ada peluang bahwa perilaku ini bisa diterima oleh masyarakat.

 

3. Sebagai Entitas Gerakan

Apa saja yang disebut Gerakan? Gerakan adalah upaya untuk mengubah satu keadaan ke keadaan lain.

Bagaimana mungkin sebuah gerakan yang mengandung perilaku yang mengubah ke keadaan yang dilarang oleh berbagai agama bisa didukung di negara berKetuhanan? Tindakan mensosialisasikan, mengajak baik langsung maupun tidak langsung, tindakan mempromosikan baik secara pribadi maupun masal dan tindakan propaganda dalam bentuk apapun yang mengarah kepada PENERIMAAN PERILAKU dan legalisasi LGBT. Jelas HARUS DITOLAK.

Mengajak pada kemaksiatan bukan saja pelanggaran agama, tetapi juga pelanggaran tata nilai kenegaraan dan sosial. Oleh karena itu masyarakat perlu mendorong adanya perangkat hukum yang jelas mengatur mengenai ini.

Gerakan apa yang diperlukan oleh negara berKetuhanan Yang Maha Esa? Yaitu Gerakan untuk memfasilitasi ke arah yang dicintai Tuhan. Gerakan pendampingan untuk mengatasi dorongan perilaku homoseksual penyediaan rehabilitasi, bantuan hukum bagi yang merasa terancam jika akan keluar dari komunitas tersebut dan bantuan ekonomi bagi yang kehilangan sumber ekonomi akibat meninggalkan komunitas LGBT.

Meskipun tidak semuanya terdata dengan bukti-bukti yang lengkap, kisah tentang ancaman keselamatan bagi para pelaku yang ingin keluar dari komunitas LGBT banyak terdengar. Belum lagi sektor-sektor ekonomi tertentu yang memberi fasilitas khusus. Jangan-jangan, di sektor-sektor tertentu justru komunitas hetero yang mulai terdiskriminasi. Ini juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

Semoga ulasan singkat dari 3 entitas ini bermanfaat

Jika air ini tidak bisa memadamkan api, setidaknya Malaikat mencatat di sisi mana kita berdiri

Wallahua’lam