Catatan Rindu Untuk Bapak

Saat aku rindu Bapak, ingatanku melayang di masa-masa kecilku.

Bapakku adalah seorang pegawai negeri, pengajar di perguruan tinggi negeri di kota kami. Sebagaimana umumnya kehidupan keluarga dosen yang tidak mempunyai profesi lain selain mengajar, kami tidak hidup miskin namun juga tidak hidup mewah. “Pantas” mungkin menjadi istilah yang cocok untuk mewakili kondisi finansial kami. Dan selayaknya kehidupan keluarga akademisi, pendidikan yang baik menjadi obsesi yang beliau  tanamkan kepada anak-anaknya. Mengejar sekolah-sekolah negeri terbaik menjadi fokus kehidupan kami, karena sekolah-sekolah negeri biayanya murah dan membanggakan di jaman itu. Alhamdulillah sejak SD hingga perguruan tinggi, saya lalui di sekolah-sekolah negeri terbaik di kota kami. Pemikiran-pemikiran beliau mengalir melalui ujung-ujung syaraf kognitif saya. Ucapan-ucapan beliau menjadi penggerak langkah-langkah saya.

Meskipun beliau bukanlah seorang ayah yang memanjakan anak-anaknya, tetapi saya ingat betul bagaimana dulu kain sarung beliau menjadi ayunan bagi Okina kecil yang sesekali mengantarkanku ke pintu kamar mandi. Dan ketika Okina kecil mulai besar kadang terdengar bunyi jahitan yang robek saat saya berayun di sarung-sarung kesayangan beliau.  Kegiatan mencabut uban dan membersihkan kulit kepala beliau yang kadang diwarnai dengan adu argumentasi ala “pokrol bambu” alias debat kusir, ledekan beliau dan teriakan beliau “Atho.. atho..(khas dengan logat Pati), karena saya sengaja mencabut dengan keras jika kalah argumentasi (Maafkan kebandelanku waktu itu ya bapakku sayang…) menjadi kenangan indah di waktu-waktu luang kami.  Bapak saya boleh dibilang tipe ayah tradisional, namun, pelukan dan ciuman di saat istimewa bukanlah sesuatu yang tabu, meski juga bukan makanan sehari-hari. Perhatian beliau jarang bersifat fisik apalagi hadiah.  Tergambar jelas dalam file-file ingatan terbaik saya, ucapan  dan kilatan bangga dari mata beliau  setiap saya berhasil melangkah ke jenjang sekolah favorit berikutnya .

“Lha NEM ki yo kudune koyo ngene ini, dadi tinggal milih wae SMA sing tok senengi…” komentar beliau berhiaskan senyuman saat saya memberitahukan nilai ebtanas SMP saya.

“Koyone gaweanmu ki mung dolan, ning jebul kowe ki yo pinter yo Nduk..!” itulah kalimat yang beliau ucapkan saat saya mendapatkan pilihan pertama saya melalui jalur UMPTN… (teringat betapa hari-hari saya memang jarang saya lalui di meja belajar namun beliaupun jarang menegur karenanya kecuali jika saya melanggar jam yang ditetapkan)

“Mbok kowe dadi dosen, njuk dadi profesor, koyone kowe ki bakat mulang lho Yang..” begitulah keinginan beliau bernada merayu yang beliau ucapkan saat saya berlatih di hadapan beliau mempersiapkan ujian pendadaran saya.. (yang akhirnya saya justru bergabung di perusahaan multi nasional di seberang pulau meskipun akhirnya sambil mengajar pula di ujung minggu).

“Timbangane tok jak mlaku-mlaku, aku luwih seneng teko wisuda, opo meneh wisudamu apik, megah, seneng aku..” demikian pujian beliau ketika saya menyelesaikan studi S2 saya di perguruan tinggi (yang juga milik negara)  di negara tetangga, (dan serta-merta menjadi motivasi baru bagi saya untuk menjalani jenjang berikutnya suatu saat kelak)

Sengaja saya tidak menterjemahkan ucapan-ucapan beliau ke dalam bahasa Indonesia, karena memang dalam bahasa jawa ngoko beginilah saya menyimpannya dalam memori saya.  Bagi anda yang tidak mengerti bahasa jawa, mohon maaf  sebesar-besarnya 🙂

Kata-kata beliau tidak selalu berupa pujian, meski beliau amat sangat jarang mencerca, kritik beliau terasa menghujam di hati dengan kalimat bernada “ngenyek” alias meledek.

“Biji ki ojo mung B, nek IP mung pas-pas-an ki yo akeh tunggale..” inilah salah satu ledekan beliau jika IP saya pada suatu semester tidak menembus melebihi angka 3.

“Golek duit ki yo apik, ning nek njuk ora ndang KKN, sing mbayar SPP-mu ki yo isih bapakmu lho…” begitulah sindiran beliau saat saya malas berangkat Kuliah Kerja Nyata, karena artinya saya harus melupakan sejenak keasyikan saya menikmati hasil mengajar di sekolah kepribadian dan beberapa proyek training kecil-kecilan yang saya lakukan saat kuliah. Sindiran beliau inilah yang membuat saya sambil geli-geli meringis segera mendaftar KKN.

Pada dasarnya saya memang bukan tipe yang tekun belajar, hahahihi di kantin, berkegiatan kesana-kemari, berkumpul dengan teman-teman yang asyik adalah warna kehidupan saya, namun menyelesaikan kuliah secepat-cepatnya dengan nilai sebaik-baiknya tetap menjadi fokus saya karena bapak sering mengingatkan kami bahwa bagi seorang dosen tidaklah murah membiayai 5 anak, dan bapak harus bekerja extra menjadi dosen tamu di beberapa kota (meskipun akhirnya kami tahu bahwa bapak menikmati juga pekerjaan extranya itu :D).

Bapak adalah pribadi yang keras terutama pada dirinya sendiri, mungkin karena beliau dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan. Dulu saya sering kesal dan malu jika beliau membanggakan apa yang telah beliau raih dan membandingkannya dengan kami meski dengan nada bercanda, namun kini saya mengerti, bagi seorang anak yang dulu menggembala kambing dan berjualan pisang rebus di pasar, menjadi Guru Besar di perguruan tinggi negeri tentu jauh melebihi impian masa kecil beliau.

Sebagai anak terkecil, saya menikmati posisi “anak-anak” di mata beliau hingga saat ini. Sampai waktu-waktu terakhir beliau sehat, saya masih suka saling meledek dengan beliau, kadang menjulurkan lidah saat menang berargumentasi yang dijawab dengan kata-kata khas beliau “Ke-ku, engsil (“Kowe kui, ngensil” / “Kamu itu ngeyelan”).  Saat beliau sakit , saya suka menggoda beliau melalui telepon dengan kata-kata “Atit manja ya….” dan beliau terkekeh-kekeh mendengarnya.

Ahhh…betapa aku rindu padamu Bapak…

Ampuni dan maafkan segala kesalahan dan kekuranganku…

Banyaknya air mata yang mengalir saat aku mengingatmu, belum mampu mewakili betapa aku mencintaimu…

Duhai Yang Maha Menggenggam Jiwa, mudahkanlah hari-hari yang harus dilalui ayahku…

10 Replies to “Catatan Rindu Untuk Bapak”

  1. Indah sekali tulisannya sayang.. Yangkung pasti bangga sekali memiliki putri seperti mama. Semoga Allah senantiasa melindungi dan memudahkan beliau. آمِيّنْ… آمِيّنْ… يَ رَ بَّلْ عَلَمِيّ

  2. Tutur bhs yg apik..tidak berat dan enak untuk di baca….terus berkarya Okina…teteh tunggu ulasan2 seperti ini…semoga Allah swt memberikan yg terbaik untuk Ayahandamu tercinta…..amin

  3. Percaya Ki, anak2 yang hebat pasti datang dari orang tua yang hebat juga..
    InsyaAllah bapak khusnul khotimah.
    Aamiin YRA..

  4. Baru tau kalo beliau Piyayi Pati. Hla bapak saya juga asli Rembang, jadi ya akrab dengan logat pesisiran yang kadang terkesan menyindir meski maksudnya bercanda….

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: